Hadratussyaikh Hasyim Asy'ari
Kyai Haji Mohammad Hasjim Asy'arie bagian belakangnya juga sering dieja Asy'ari atau Ashari (lahir di Kabupaten Demak, Jawa Tengah, 10 April 1875 – meninggal di Jombang, Jawa Timur, 25 Juli 1947 pada umur 72 tahun; 4 Jumadil Awwal 1292 H- 6 Ramadhan 1366 H; dimakamkan di Tebu Ireng, Jombang) adalah salah seorang Pahlawan Nasional Indonesia yang merupakan pendiri Nahdlatul Ulama.
Ayahnya bernama Kiai Asyari, pemimpin Pesantren Keras yang berada di sebelah selatan Jombang. Ibunya bernama Halimah. Dari garis ibu, Kiai Hasyim Asy’ari merupakan keturunan Raja Brawijaya VI, yang juga dikenal dengan Lembu Peteng, ayah Jaka Tingkir yang menjadi Raja Pajang (keturunan kedelapan dari Jaka Tingkir).
Di kalangan Nahdliyin dan ulama pesantren ia dijuluki dengan sebutan Hadratus Syeikh yang berarti maha guru. Pada tahun 1899, sepulangnya dari Mekah, K.H. Hasjim Asy'ari mendirikan Pesantren Tebu Ireng, yang kelak menjadi pesantren terbesar dan terpenting di Jawa pada abad 20.
Pada tahun 1926, K.H Hasjim Asy'ari menjadi salah satu pemrakarsa berdirinya Nadhlatul Ulama (NU), yang berarti kebangkitan ulama. bersama KH. Bisri Syamsuri, KH. Wahab Hasbullah, dan ulama’-ulama’ besar lainnya, dengan azaz dan tujuannya: “Memegang dengan teguh pada salah satu dari madzhab empat yaitu Imam Muhammad bin Idris Asyafi’i, Imam Malik bin Anas, Imam Abu Hanifah An-Nu’am dan Ahmad bin Hambali. Dan juga mengerjakan apa saja yang menjadikan kemaslahatan agama Islam”. KH. Hasyim Asy’ari terpilih menjadi rois akbar NU, sebuah gelar sehingga kini tidak seorang pun menyandangnya. Beliau juga menyusun qanun asasi (peraturan dasar) NU yang mengembangkan faham ahli sunnah waljama’ah.
Peran KH. M. Hasyim Asy’ari tidak hanya terbatas pada bidang keilmuan dan keagamaan, melainkan juga dalam bidang sosial dan kebangsaan, beliau terlibat secara aktif dalam perjuangan membebaskan bangsa dari penjajah belanda.
Pada tahun 1937 beliau didatangi pimpinan pemerintah belanda dengan memberikan bintang mas dan perak tanda kehormatan tetapi beliau menolaknya. Kemudian pada malam harinya beliau memberikan nasehat kepada santri-santrinya tentang kejadian tersebut dan menganalogkan dengan kejadian yang dialami Nabi Muhammad SAW yang ketika itu kaum Jahiliyah menawarinya dengan tiga hal, yaitu:
Kursi kedudukan yang tinggi dalam pemerintahan
Harta benda yang berlimpah-limpah
Gadis-gadis tercantik
Akan tetapi Nabi SAW menolaknya bahkan berkata: “Demi Allah, jika mereka kuasa meletakkan matahari ditangan kananku dan bulan ditangan kiriku dengan tujuan agar aku berhenti dalam berjuang, aku tidak akan mau menerimanya bahkan nyawa taruhannya”. Akhir KH.M. Hasyim Asy’ari mengakhiri nasehat kepada santri-santrinya untuk selalu mengikuti dan menjadikan tauladan dari perbuat Nabi SAW.
Masa-masa revolusi fisik di Tahun 1940, barang kali memang merupakan kurun waktu terberat bagi beliau. Pada masa penjajahan Jepang, beliau sempat ditahan oleh pemerintah fasisme Jepang. Dalam tahanan itu beliau mengalami penyiksaan fisik sehingga salah satu jari tangan beliau menjadi cacat. Tetapi justru pada kurun waktu itulah beliau menorehkan lembaran dalam tinta emas pada lembaran perjuangan bangsa dan Negara republik Indonesia, yaitu dengan diserukan resolusi jihad yang beliau memfatwakan pada tanggal 22 Oktober 1945, di Surabaya yang lebih dikenal dengan hari pahlawan nasional.
Begitu pula masa penjajah Jepang, pada tahun 1942 Kiai Hasyim dipenjara (Jombang) dan dipindahkan penjara Mojokerto kemudian ditawan di Surabaya. Beliau dianggap sebagai penghalang pergerakan Jepang.
Setelah Indonesia merdeka Pada tahun 1945 KH. M. Hasyim Asy’ari terpilih sebagai ketua umum dewan partai Majlis Syuro Muslimin Indonesia (MASYUMI) jabatan itu dipangkunya namun tetap mengajar di pesantren hingga beliau meninggal dunia pada tahun 1947.
Twitter: @nudesigncenter
Instagram: nudesigncenter
Facebook: @nahdlatululamadesign
Komentar
Posting Komentar